Akhir-akhir ini Indonesia sangat akrab dengan bencana, hal
ini memaksa Pemerintah menjadikan bencana sebagai isu prioritas mulai dari
pusat hingga ke daerah. Banyak Regulasi yang telah ditetapkan mulai dari
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Aturan tertulis lainnya hingga pada pengalokasian
anggaran yang cukup besar disiapkan untuk mengantisipasi dan menanggulangi
bencana yang terjadi. Risiko bencana di Indonesia sangat beragam, mulai dari
Bencana Gunung Meletus, Gempa Bumi, Tsunami, Tanah longsor, Kebakaran Hutan dan
Lahan dan lain-lain.
Sementara itu hampir setiap tahun saat musim kemarau tiba Indonesia menjadi langganan bencana kebakaran hutan dan lahan. Kendati sering terjadi secara rutin, namun persoalan bencana kebakaran hutan dan lahan sangat sulit dikendalikan sehingga hampir dikatakan jenis bencana ini sangat sulit untuk dihindari. Para pakar berpendapat, bahwa sudah menjadi kodratnya Indonesia sebagai sebuah negara yang begitu elok namun ternyata menyimpan tingkat risiko terbesar di dunia terhadap multi-bencana. Hasil kajian menyebutkan bahwa letak geografis Indonesia berada pada garis katulistiwa dan diapit oleh dua samudera dengan karakteristik negara kepulauan itulah yang menyebabkan negeri ini berisiko tinggi terhadap multi-bencana, dengan simpulan akhir dinyatakan bahwa Indonesia adalah market-nya bencana.
Sementara itu hampir setiap tahun saat musim kemarau tiba Indonesia menjadi langganan bencana kebakaran hutan dan lahan. Kendati sering terjadi secara rutin, namun persoalan bencana kebakaran hutan dan lahan sangat sulit dikendalikan sehingga hampir dikatakan jenis bencana ini sangat sulit untuk dihindari. Para pakar berpendapat, bahwa sudah menjadi kodratnya Indonesia sebagai sebuah negara yang begitu elok namun ternyata menyimpan tingkat risiko terbesar di dunia terhadap multi-bencana. Hasil kajian menyebutkan bahwa letak geografis Indonesia berada pada garis katulistiwa dan diapit oleh dua samudera dengan karakteristik negara kepulauan itulah yang menyebabkan negeri ini berisiko tinggi terhadap multi-bencana, dengan simpulan akhir dinyatakan bahwa Indonesia adalah market-nya bencana.
BENCANA adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (UU.24/2007). Definisi bencana juga
termuat dalam UNDP dimana disebutkan Bencana adalah suatu kejadian, yang
disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan
kerusakan lingkungan, kejadian ini
terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya. Dari kedua
definisi yang hampir persis sama tersebut sangat jelas bahwa bencana merupakan
suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang bersifat mengancam kehidupan,
harta benda, dan kerusakan lingkungan dengan secara tiba-tiba ataupun
perlahan-lahan.
Bencana dapat dicegah, mungkinkah? Pertanyaan ini memerlukan
pemahaman yang sangat mendasar terkait
faktor-faktor penyebab bencana itu sendiri. Dari definisi di atas, disebutkan bahwa
setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan suatu bencana terjadi yaitu faktor Alam,
non-Alam, dan ulah Manusia. Dari ketiga faktor tersebut, lebih lanjut dikatakan
bahwa faktor Alam bisa saja diklaim sebagai salah satu faktor yang menyebabkan
bencana, akan tetapi sesungguhnya faktor tersebut bukanlah alami, bisa jadi oleh
kerusakan komulatif lingkungan alam secara masif dan terus-menerus yang
menyebabkan alam menjadi tidak seimbang. Jika demikian, maka dapatkah dikatakan
apabila bencana sebenarnya juga terjadi oleh adanya ketidakseimbangan alam? Mungkinkah
Alam sendiri yang menciptakan ketidakseimbangan? Lalu siapa yang menyebabkan
alam menjadi tidak seimbang? Inilah inti permasalahannya, bahwa faktor Alam yang
ada berkaitan erat dengan penyebab lain yaitu ketidakseimbangan alam itu sendiri,
yang pada akhirnya memicu sebuah peristiwa atau bencana. Jika pertanyaannya
mungkinkah bencana dapat dicegah? Maka dari alur pemikiran di atas, jawabannya bisa
mungkin bisa juga tidak. Kemungkinan bisa, apabila mampu menghilangkan atau
mencegah terjadinya ketidakseimbangan alam. Bila ditarik kembali pertanyaan di
atas, bahwa siapa sesungguhnya yang mampu melakukan pengrusakan terhadap keseimbangan
alam, tentu hanya manusia yang bisa. Untuk itu tidaklah berlebihan jika upaya
pencegahan sesungguhnya bisa dilakukan melalui pengurangan baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan manusia terhadap pengrusakan lingkungan sekitarnya,
agar keseimbangan alam tetap terjaga dan bencanapun dapat terhindarkan.
Dari uraian tersebut, sedikit memberikan gambaran tentang
hakekat suatu bencana yang timbul yang disebabkan oleh faktor Alam. Selanjutnya,
agar pemahaman menjadi tidak bias dan memiliki batasan yang jelas selanjutnya
bencana akibat faktor Alam ini dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yang secara
umum dikenal dengan sebutan Bencana Alam yang diakibatkan oleh gejala/peristiwa
alam seperti gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor (UU.24/2007). Kesemua bencana tersebut timbul
baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba penyebabnya berasal dari alam, atau
dengan kata lain alamlah yang menyebabkan bencana tersebut bisa terjadi. Selanjutnya,
adapun keterkaitan dengan adanya campur tangan manusia melalui
tindakan-tindakannya di atas yang menimbulkan ketidakseimbangan alam tentu memerlukan
kajian yang lebih mendalam dan dalam kerangka ini, hanya ilmulah yang satu-satunya
memiliki pendekatan objektif untuk menjelaskan secara ilmiah untuk merekomendasikan
saran yang sangat berharga sebagai upaya kongkrit di dalam penanggulangan
bencana alam.
Yang kedua yaitu faktor non-Alam. Dikatakan bahwa selain dari
faktor Alam, bencana bisa timbul sebagai akibat dari adanya faktor non-Alam.
Apa saja yang termasuk dalam faktor non-Alam ini sehingga memungkinkan bahkan
dapat dipastikan timbulnya suatu bencana. Maka, kembali agar mempermudah
pemahaman kita ada baiknya mengenal jenis bencana yang dikategorikan sebagai
bencana non-Alam, bencana ini seperti bencana yang timbul akibat kegagalan
teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Kesemuanya merupakan jenis
bencana yang disebabkan oleh faktor non-Alam. (UU.24/2007). Gagalnya
teknologi dan modernisasi saat ini bukanlah hal yang sulit ditemui. Ilmu
pengetahuan yang terus maju pesat tidak selamanya berhasil sesuai harapan,
adakalanya mengalami kegagalan dan ini memberikan dampak buruk terhadap makhluk
hidup dimuka bumi. Disatu sisi kehidupan manusia semakin mudah berkat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan ditemukannya berbagai fasilitas hidup
yang setiap harinya sampai ribuan bahkan jutaan penemuan baru. Namun disisi
lain, unsur hayati yang menjadi khas setiap makhluk hidup yang naturalistik
lambat laun tergerus oleh berbagai efek buruk zat-zat radioaktif, kimia, nuklir
dan sebagainya.
Selanjutnya ekspolarasi alam yang besar-besaran baik yang
memberikan manfaat maupun yang tidak atau justru mengalami kegagalan dengan
teknologi yang serba mutakhir telah menunjukan adanya ancaman serius bagi
kehidupan. Banyak contoh dimana salah satunya beberapa waktu yang lalu dunia
dikagetkan oleh hantaman sampah satelit dari angkasa luar, peristiwa semburan
lumpur yang tidak kunjung tertangani hingga kini dan lain sebagainya. Fakta
dilapangan tampak, lagi-lagi faktor non-Alam sebagaimana yang didefinisikan
dalam definisi bencana di atas, tidak lain berasal dari manusia mengingat teknologi
hanya dimiliki oleh manusia. Mungkinkah bencana dapat dicegah? Tentu jawabannya
tergantung dengan manusianya, rasanya di era yang serba digital saat ini sangat
sulit bagi kita untuk lepas dari teknologi. Namun menyadari atau tidak,
teknologi yang terus dikembangkan akan terus menimbulkan sampah yang membebani bumi
dan mencemari lingkungan alam sekitar apabila tidak mampu dikendalikan dengan
baik. Konsep pengendalian diperlukan untuk mengimbangi kemajuan teknologi melalui
pengembangan teknologi ramah lingkungan yang akhir-akhir ini semakin marak
dikampanyekan.
Yang ketiga, yaitu faktor Ulah Manusia. Menurut definisi ini,
bahwa bencana itu timbul dapat disebabkan oleh adanya Ulah manusia. Walaupun
sebenarnya, dalam alur pemikiran di atas, secara tidak langsung manusia juga
yang telah menyebabkan timbulnya faktor Alam maupun non-Alam. Akan tetapi,
definisi bencana terkait faktor ini mungkin menghendaki adanya pemahaman yang
lebih kongkrit dengan tujuan untuk mempertegas penafsiran supaya tidak hanya
bersifat tersirat. Disadari memang, banyak sekali jenis bencana yang disebabkan
oleh ulah manusia, seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas
masyarakat, dan teror (UU.24/2007). Bencana yang ditimbulkan oleh Ulah
Manusia ini biasa dikenal dengan Bencana Sosial, karena secara karakteristik
bencana melibatkan kekuatan massa. Walaupun kita tahu bahwa ada bencana Alam
yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan.
Peran manusia dalam kerangka ini hanya sebatas pemicu dalam kondisi Alam yang
sedang rentan atau memiliki risiko terbakar. Ulah Manusia seperti yang ditemukan
dalam beberapa kasus, bahwa hutan dan lahan sengaja dibakar dengan berbagai
macam tujuan. Secara umum pembakaran hutan dalam rangka membuka lahan tersebut
selain dipandang lebih murah dan praktis, adapun kebiasaan ini sangat sulit
untuk dihilangkan.
Kembali ke bencana sosial di atas, faktor ulah Manusia menyebabkan
bencana dapat menentukan secara langsung. Konflik, anarkis, dan teror yang
bersifat massal mengancam jiwa, harta dan benda. Kekuatan massa yang besar dan
timbul sewaktu-waktu tidak akan mudah ditangani dan dikendalikan. Sejarah
manusia dari masa ke masa tidak terlepas dari konflik, baik vertikal maupun
horizontal untuk dan atas nama sebuah peradaban besar manusia itu sendiri. Inilah
yang mendasari konsep bencana dan dalam definisinya yang menitik-beratkan pada salah
satu faktor penyebabnya adalah ulah manusia itu sendiri. Pengalaman masa lalu yang
memenuhi unsur logika dapat dijadikan sebagai pertimbangan rasional (Djaali,
21012) dengan asumsi bahwa suatu konflik dapat dipastikan akan selalu ada dan
bisa datang kapanpun selama peradaban manusia masih ada, dan itulah yang
disebut sebagai bencana sosial. Maka dalam kerangka ini, manusia dituntut untuk
saling menghargai satu sama lain, menghormati nilai-nilai luhur, dan mampu menciptakan
suasana yang harmonis penuh kedamaian dan ketenangan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dari uraian tersebut di atas, dapatlah dipahami bahwa Manusia memegang peran penting dalam persoalan bencana baik secara langsung maupun tidak langsung.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar