Selamat Datang di Fitra Blog Sharing Informasi Seputar Kehidupan dan Sains Semoga bermanfaat, terima kasih

Wednesday 20 November 2013

Tinjauan Human Capital Management (HCM)

Salam Blogger !

Akhir-akhir ini banyak yang menyoroti tentang Human Capital Management (HCM)
Saya tertarik mengulas pada fitra blog kali ini. Sekali lagi, mungkin tidak akan menjadi runutan referensi yang pas komplit, cuman Saya yakin apa yang share ini dapat bermanfaat buat para blogger atau pembaca fitra blog ini.



Human Capital Management

Human capital management adalah sebuah proses creating value (Ingham:2007), orang-orang sebagai factor kunci untuk keberlangsungan hidup setiap organisasi (Hall:2008). Human capital muncul akibat dari pergeseran peran sumber daya manusia dalam organisasi dari sebagai beban menjadi asset/modal. (Jac Fitz-enZ 2009). Lebih lanjut dikemukakan human capital adalah kombinasi dari keterampilan, motivasi, keterlibatan dan komitmen tenaga kerja. Dalam proses Manajemen human capital dibutuhkan strategi yaitu sebuah pendekatan bagaimana mengukur dan mengelola aspek-aspek kunci tenaga kerja (Huselid et.all:1961). Selanjutnya strategi tersebut diperuntukan dalam rangka mengetahui dampak kekuatan pengaruh lini bawah atas keberhasilan tenaga kerja yang menghasilkan satu keuntungan strategis kompetitif yang sulit ditiru. Dalam membangun sebuah sistem strategi human capital  setidaknya ada tiga komponen yang paling penting yaitu efektivitas tim eksekutif, pemimpin yang memberikan hasil, dan keunggulan adalah posisi kunci yang tidak dapat ditawar-tawar.(Hall:2008).

Terkait dengan upaya creating value, pengelolaan manajemen sumber daya manusia merupakan katalisator yang mengaktifkan intangible capital, inert of tangible capital-material equipment dalam rangka memerbaiki efektivitas operasional.(Jac Fitz-enZ (2009). Creating value adalah upaya penciptaan nilai melalui membangun kapabilitas, penguatan arah strategi bisnis, dan mengutamakan peluang istemewa untuk mewujudkan keunggulan daya saing oraganisasi. (Ingham:2007). Senada dengan pandangan tersebut, Burud dan Tumolo (2004) berpendapat karena factor manusia menentukan keberhasilan tujuan organisasi, maka perlu ditingkatkan yang mengenai intellectual capital (talent, knowledge, dan skill) dan relationship capital (hubungan dengan pelanggan, rekan, vendors dan stakeholders lainnya).

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa human capital merupakan kegiatan penciptaan, pengembangan, dan pengukuran serta pengungkitan sebuah nilai (value) human resources yang ada dalam suatu organisasi. Aktivitas dimaksud bertujuan untuk mewujudkan keunggulan daya saing yang tinggi bagi organisasi yang dilakukan melalui berbagai strategis serta manfaatnya. Merupakan konsep dan cara baru dalam pengelolaan organisasi mengenai tenaga kerjanya.

Creating value, sebagaimana disebut di atas merupakan upaya yang dilakukan dalam tahapan human capital management. Hal ini menunjukan bagaimana nilai dibangun dikembangkan kemudian ditingkatkan. Ingham (2007) menggambarkan posisi penting human capital dalam tataran organisasi, melalui peningkatan nilai (value) human resources.

Human capital manajemen berada pada puncak dari satu tahapan yang membentuk piramida yang menggambarkan posisi creating value, adding value, dan value for money pada tahapan human capital management dengan penjelasan sebagai berikut :

Value for Money (Nilai untuk uang)
Nilai ini adalah mengacu pada nilai uang, dasar dan sebagian besar berwujud nilai yang bisa mewakili peningkatan efisiensi; perbaikan incremental efektifitas, memenuhi persyaratan kepatuhan atau standar dasar. Nilai ini berguna, tetapi tidak selalu mewujudkan tujuan bisnis atau memberikan kepuasan pelanggan. Memiliki dampak langsung pada keuangan tetapi cukup substansial dan terbatas jika biaya dikurangi.

Adding Value (Nilai tambah)
Nilai tambah merupakan kemampuan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Kemampuan ini berhubungan dengan perbaikan efisiensi tetapi cenderung dalam peningkatan efektivitas yang menyebabkan pertumbuhan, perubahan dan perkembangan. Nilai tambah biasanya memiliki dampak langsung pada keuangan melalui tindakan perbaikan dalam proses operasional, kepuasan pelanggan, dan sebagainya.

Creating Value (Penciptaan nilai)
Nilai yang diciptakan merupakan kemampuan yang menawarkan potensi untuk mempertahankan dan mengubah cara kerja bisnis dengan menciptakan peluang baru untuk keunggulan kompetitif. Prinsip nilai yang diciptakan adalah bahwa perbaikan harus terus menerus dilakukan dan selalui tidaklah cukup. Kemampuan menciptakan nilai diperlukan untuk memenangkan persaingan.
                       
Creating value adalah bentuk pengembangan dari maintain, serta salah satu perubahan dalam ekonomi secara bersama-sama meningkatkan aktivitas kompetisi dengan maksud memelihara resources dan kapabilitas tidak menurun pada tingkatan nilainya. Tren ini juga dimaksudkan untuk menciptakan nilai pada kondisi saat ini untuk waktu yang akan datang dan nilai ini dikaitkan dengan uang dalam lima tahun kedepan.

Setelah memahami apa yang diketahui tentang creating value, tentu saja bagaimana value tersebut dapat dicapai, terkait masalah ini Ingham mengklasifikasikan aktivitas dalam upaya creating value yaitu aktivitas yang behubungan dengan:
-          Membangun Kapabilitas untuk masa depan (build capability to the future)
-          Melakukan akselarasi pada strategi bisnis (business strategy)
-     Menentukan keunggulan dari peluang utama yang dimiliki guna membangun keunggulan daya saing (build competitive advantage)

Langkah selanjutnya dalam pengelolaan human capital adalah mengembangkan nilai (improving value). Menurut Hall (2008) setidaknya ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam upaya membangun sistem (building the system) untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah tergantung pada empat fungsi kekuatan besar yaitu dalam bidang: efektivitas tim eksekutif, kinerja pemimpin, mengalahkan pesaing, dan kinerja karyawan. Lebih lanjut ia menggambarkan bahwa ada sistem yang dapat dikembangkan untuk memastikan bahwa orang-orang yang mereka miliki saat ini menjadi lebih berharga dibanding  tahun yang lalu.

Kekuatan efektivitas tim eksekutif yang dimaksud Hall adalah tingginya kinerja Tim Eksekutif sebagai gambaran keberhasilan dalam hal aspek struktural tim, yang memuat perubahan tentang, bagaimana cara kita dalam mendefinisikan kinerja, bagaimana menentukan kinerja kunci, dan bagaimana membangun sistem secara efektif untuk mengukur dan mengelola kinerja kunci tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk mendefinisikan hasil kinerja setiap tim eksekutif adalah penting, sebagai langkah pertama Tim dapat memilih salah satu dari beberapa hasil menjadi rujukan tentang keuangan, operasional, dan pelanggan, atau anggota dapat memilih untuk menggabungkan ketiganya.

Sedangkan tentang bagaimana kita menentukan kinerja kunci dapat dilakukan melalui berbagai model, antara lain disebutkan ; Help a New Team Coalesce model, Manage for In-Year Performance model, dan Manage for Organizational Capability Growth model. Namun dijelaskan lebih lanjut bahwa tidak ada satu model pun yang dianggap terbaik untuk tim eksekutif yang menjamin bahwa cara itu akan mencapai hasil kunci. Akan tetapi paling tidak gambaran untuk model terbaik adalah salah satu yang memungkinkan tim tertentu untuk mencapai hasil yang dinyatakan kinerjanya.

Selanjutnya, langkah penting lainya adalah bagaimana membangun sistem secara efektif untuk mengukur dan mengelola kinerja setiap tim. Sebuah sistem untuk mengukur dan mengelola hasil tim membutuhkan pemikiran ulang scorecard tim untuk memastikan bahwa setiap hasil muncul ditampilkan. Membutuhkan pemikiran ulang berfungsi untuk menentukan rencana sistem yang dibangun.

Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas human capital, maka diperlukan suatu sistem pengukuran dan salah satu pendekatan yang ditawarkan oleh Huselid et.all (1961) adalah The Workforce Scorecard, yaitu suatu sistem pengukuran hasil kerja tenaga kerja dalam hal untuk memaksimalkan kontribusi strategis tenaga kerja, organisasi harus : a. Melihat konstribusi potensial tenaga kerja mereka dan bukan sebagai biaya yang harus diminimalkan (tantangan perspektif); b. Metrik benchmarking dengan langkah-langkah yang membedakan tingkat dampak strategis (tantangan metrik); c. Manajer lini dan profesional HR bersama-sama bertanggung jawab atas kualitas tenaga kerja dan pelaksanaan strategi (tantangan eksekusi). d. Manajer dan pemimpin akan membutuhkan strategi untuk bisnis, strategi untuk tenaga kerja, dan strategi untuk fungsi SDM. Mereka juga membutuhkan serangkaian metrik dan langkah-langkah untuk masing-masing tersebut, seperti sebuah balanced scorecard, sebuah scorecard tenaga kerja, dan scorecard SDM

The Scorecard untuk tenaga Kerja digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur hasil, perilaku, kompetensi, pola pikir, dan budaya yang dibutuhkan untuk keberhasilan tenaga kerja dan mengungkapkan bagaimana dampak dari masing-masing dimensi garis bawah. Dalam perspektif ini organisasi juga perlu beroirentasi pada pelanggan/luar sehingga SDM lebih ditekankan perannya dalam melihat dan menjalankan fungsinya.

Selain manfaat dari pendekatan tersebut di atas, dalam buku ROI of Human Capital Jac Fitz-enZ (2009) mengungkapkan dorongan untuk mengukur human capital ini merefleksikan perubahan peran manajemen sumber daya manusia dari peran administratif menjadi partner bisnis yang strategis. Lebih lanjut dikatakan orang semakin menyadari bahwa sumber keunggulan bersaing bukan berasal dari desain produk atau layanan yang canggih, strategi pemasaran yang terbaik, desain teknologi, atau manajemen keuangan yang paling cerdas, tetapi berasal dari adanya sistem yang tepat, aktivitas memotivasi, mengelola organisasi sumber daya manusia.  

Pada saat mengoptimalkan dan mengukur Return On Investment  (ROI) pada human capital, perlu memahami bagaimana ketiga hal tersebut berinteraksi dengan bentuk capital lainnya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. HC ROI merupakan sejumlah benefit yang diperoleh organisasi atau tingkat pengembalian/profitabilitas dari sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja.

Jika diamati lebih dalam, Workforces Scorecard dan HC ROI keduanya sangat berkaitan erat sama lain, dimana Scorecard sebagai sebuah pendekatan pengukuran efektivitas sedangkan HC ROI merupakan standar pengukuran terhadap tingkat benefit yang diperoleh organisasi melalui pengembalian atas biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tentang seberapa besar manfaatnya sehubungan dengan sejumlah biaya yang sudah dikorbankan. Artinya kedua pendekatan tersebut akan memperlihatkan capaian kualitas dan manfaat dengan jelas dari tenaga kerja, hal ini ditujukan semata-mata untuk mengetahui dan membuat decision/policy organisasi yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Sampai disini dapat dipahami bahwa betapa pentingnya sebuah nilai dalam human capital. Nilai tersebut menjadi focus aktivitas professional SDM dalam mewujudkannya, sangat sulit memang lantaran nilai human capital seringkali tidak terlihat dan tidak berwujud (ingtangible value) akan tetapi merupakan sebuah asset yang harus dikelola dengan baik dan dipelihara seperti halnya asset organisasi yang berwujud (tangible asset) lainnya. Dalam beberapa konsep human capital, walaupun nilai tidak memiliki wujud tetapi pada dasarnya nilai tersebut dapat diukur (measurement) keberadaannya, diketahui dan ditingkatkan (leveraging value).

Terkait dengan ungkapan di atas, nilai yang sudah diciptakan diharapkan bermanfaat bagi keuntungan strategis, maka untuk lebih optimal hasilnya, langkah selanjutnya dilakukan pengungkitan atau peningkatan atas nilai (leveranging value). Dengan penyesuaian-penyesuaian melalui setidaknya ada lima strategis adaptif menurut Burud dan Tumolo (2004) yang harus dilakukan yaitu 1). Strategi berinvestasi melalui orang, 2). Strategi mengadopsi keyakinan baru, 3). Strategi memahami budaya oraganisasi, 4). Strategi metransformasi praktik manajemen dan 5). Strategi memastikan kesesuain antara keyakinan, budaya dan praktik. Teori modern untuk melakukan pengelolaan realitas baru dalam human capital, cara berfikir dan berperilaku baru yang radikal sangat dibutuhkan pada kondisi perubahan lingkungan bisnis, masyarakat, dan individu.

Setelah nilai diciptakan melalui creating value, dikembangkan melalui improving value, kemudian efektivitasnya diukur (measurement value) melalui the workforces scorecard ataupun human capital return on investment (HC ROI), maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan/mengungkit nilai tersebut (leverging value) agar lebih bermanfaat untuk keunggulan daya saing suatu organisasi. Terkait masalah ini, maka kita akan dihadapkan pada strategi peningkatan nilai human capital, dimana pada aktivitas ini menurut Hall (2008) bahwa manusia adalah satu-satunya sumber (resource) yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Namun bagaimana cara kita mengenalinya dan bagaimana kita mengukur dan mengelolanya, apa strategi kita, dan seberapa banyak human capital yang dimiliki, mampukah human capital tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun. Meningkatkan human capital disini dimaksudkan dalam hal meningkatkan nilai sebagai sesuatu yang dianggap penting secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat keunggulan daya saing suatu organisasi.

Burud dan Tumolo (2004) dalam bukunya yang berjudul Leveraging The New Human Capital : adaptive Strategis, Result Achieved and stories of transformation mengemukakan bahwa Leveraging the New Human Capital, bukan sekedar mengingatkan perusahaan mencapai hasil lebih baik melalui orang seperti pada umumnya, melainkan cara ini dinilai sebagai sebuah strategi dalam mengelola SDM. Dalam menerapkan strategis yang bermanfaat bagi hasil dan proses transformasi setidaknya memuat  hal-hal  berikut :1). Kekuatan kerja sebagai realitas baru, diyakini bahwa tujuan perusahaan bukan semata-mata mencari keuntungan, melainkan komitmen saling terbuka dalam suatu lingkungan kerja, sehingga mendorong adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. Akibatnya, mereka saling membantu untuk memecahkan teknik dan keseimbangan kerja termasuk masalah kehidupan. 2). Faktor manusia menentukan keberhasilan tujuan organisasi, melalui penerapan intellectual capital (talent, knowledge, dan skill) dan relationship capital (hubungan dengan pelanggan, rekan, vendors dan stakeholders lainnya). 3). Manusia adalah unsur yang terpentimg untuk mencari keunggulan kompetitif melalui kreativitas dan pengetahuan yang mereka miliki, hubungan mereka dengan customer, rekan kerja dan professional network. 4). Kekuatan strategi adaptif dalam mengungkit human capital, terletak pada metode praktis beradaptasi yang mencakup; 1). Strategi berinvestasi melalui orang, 2). Strategi mengadopsi keyakinan baru, 3). Strategi memahami budaya oraganisasi, 4). Strategi metransformasi praktik manajemen dan 5). Strategi memastikan kesesuain antara keyakinan, budaya dan praktik. Teori modern untuk melakukan pengelolaan realitas baru dalam human capital, cara berfikir dan berperilaku baru yang radikal sangat dibutuhkan pada kondisi perubahan lingkungan bisnis, masyarakat, dan individu.

Dari aktivitas leveranging value di atas, selain dari upaya fundamental dalam aktivitas strategi adaptifnya, ada persoalan menarik bagi Human Capital Management dan sekaligus menuntut kondisi ini memeroleh sejenis jaminan keberlanjutan. Persoalan tersebut jika diamati yaitu masalah Social Capital. Kita tidak lupa bahwa human capital adalah bagian dari sumber daya manusia pada tingkatan adding value (nilai tambah) dimana mereka tidak terlepas dari asalnya sebagai Human Resources yang sudah dibekali dengan nilai tambah tersebut.

Sebagai manusia yang sudah membawa nilai-nilai akan semakin membutuhkan yang namanya hubungan dengan manusia lain. Dari berbagai literature yang telah diuraikan di atas, maka pada tahapan leveraging value, focus peningkatan yang dilakukan (setelah diamati) adalah lebih kaya pada persoalan human relation. Dalam kerangka ini manusia adalah unsure yang terpenting untuk mencari keunggulan kompetitif melalui segala potensi yang melekat pada dirinya baik dari segi fisik maupun intelektualitasnya. Sehingga memungkinkan untuk mekspolarasi semua khasanah kreativitas, pengetahuan dan kapabilitas yang mereka miliki, Saya memandang adalah sah-sah saja apabila dimanfaatkan sepenuhnya oleh oragnisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Akan tetapi, kita harus ingat bahwa manusia tetaplah manusia yang memiliki naluri berhubungan dengan manusia lain. Hal ini disebabkan oleh manusia sebagai makhluk social (society). Dalam melakukan interaksi antara rekan kerja, komunitas, pelanggan, jaringan serikat pekerja, dan bahkan universal network. Menyikapi permasalahan ini, salah satu konsep yang dikembangkan oleh Baker (2000) dalam bukunya Achieving Success Trough Sosial Capital bahwa melalui Social Capital kita lebih beruntung, dengan jaringan yang baik penting bagi kesehatan dan kesejahteraan emosional kita, dan untuk kehidupan yang bermakna bahkan hidup lebih lama.

Lebih lanjut Baker mengemukakan bahwa social capital merupakan jenis program pemberdayaan praktis untuk bergerak melampui mitos individulisme dengan pengakuan bahwa kita semua selalu terhubung dan terkoneksi dalam sebuah jaringan dan hal ini dapat juga sebagai kunci sukses dan keberhasilan. Jaringan tersebut akan memberikan manfaat dan merupakan kebutuhan dalam mendukung dan mewujudkan misi serta mencapai tujuan. Oleh karena Social Capital dapat meningkatkan kekayaan, kesehatan, dan kebahagiaan dengan langkah menekan sumber daya yang tersebunyi dari kegiatan bisnis secara professional yang diawali atau dimulai dengan jaringan pribadi. Dijelaskan pula bahwa jaringan dapat dievaluasi, dengan tujuan untuk memerbaiki praktik serta penerapannya dengan harapan agar konstribusi human capital lebih besar bagi kepentingan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Brandlet W.Hall, Ph.D. 2008. The New HUMAN CAPITAL STRATEGY Improving the Value of Your Most Importan Investment-Year After Year.
Brian S. Klaas. 2009. The Adoption of Human Capital Services by Small and Medium Enterprise: A Diffusion of Innovation Perspective.
Department of Information Systems and Operations Management. 2007. No Man is an Island: Social and Human Capital in IT Capacity building in the Maldives, University of AucklandBusiness School, Private Bag 92019, Auckland, New Zealand.
Jac Fitz-enZ. 2009. HUMAN CAPITAL Measuring the Economic Value of Employee Performance
Jon Ingham. 2002. STRATEGIC HUMAN CAPITAL MANAGEMENT Creating Value Through People.
Mark A. Huselid, Brian E. Becker, et.all. (1961). THE WORKFORCE SCORECARD
Sandra Burud and Marie Tumolo. 2004. LEVERANGING THE NEW HUMAN CAPITAL Adaptive Strategies, Result Achieved, and Stories of Transformation.
Wayne Baker. 2000. ACHIEVING SUCCESS THROUGH SOCIAL CAPITAL.


No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar