Akhir-akhir ini banyak yang menyoroti tentang Human Capital Management (HCM)
Saya tertarik mengulas pada fitra blog kali ini. Sekali lagi, mungkin tidak akan menjadi runutan referensi yang pas komplit, cuman Saya yakin apa yang share ini dapat bermanfaat buat para blogger atau pembaca fitra blog ini.
Human
Capital Management
Human
capital management adalah sebuah proses creating
value (Ingham:2007), orang-orang sebagai factor kunci untuk keberlangsungan hidup setiap
organisasi (Hall:2008). Human capital muncul akibat dari pergeseran
peran sumber daya manusia dalam organisasi dari sebagai beban menjadi asset/modal.
(Jac Fitz-enZ 2009). Lebih lanjut dikemukakan human capital
adalah kombinasi dari keterampilan, motivasi, keterlibatan dan komitmen tenaga
kerja. Dalam
proses Manajemen human capital dibutuhkan strategi yaitu sebuah
pendekatan bagaimana mengukur dan mengelola aspek-aspek kunci tenaga kerja
(Huselid et.all:1961). Selanjutnya strategi tersebut diperuntukan dalam rangka
mengetahui dampak kekuatan pengaruh lini bawah atas keberhasilan tenaga kerja
yang menghasilkan satu keuntungan strategis kompetitif yang sulit ditiru. Dalam
membangun sebuah sistem strategi human capital setidaknya ada tiga komponen
yang paling penting yaitu efektivitas tim eksekutif, pemimpin yang memberikan
hasil, dan keunggulan adalah posisi kunci yang tidak dapat ditawar-tawar.(Hall:2008).
Terkait dengan upaya creating
value, pengelolaan manajemen sumber daya manusia merupakan katalisator yang
mengaktifkan intangible capital, inert of tangible capital-material
equipment dalam rangka memerbaiki efektivitas operasional.(Jac Fitz-enZ
(2009). Creating value adalah upaya penciptaan nilai melalui membangun
kapabilitas, penguatan arah strategi bisnis, dan mengutamakan peluang istemewa
untuk mewujudkan keunggulan daya saing oraganisasi. (Ingham:2007). Senada
dengan pandangan tersebut, Burud dan Tumolo (2004) berpendapat karena
factor manusia menentukan keberhasilan tujuan organisasi, maka perlu
ditingkatkan yang mengenai intellectual capital (talent, knowledge, dan
skill) dan relationship capital (hubungan dengan pelanggan, rekan, vendors
dan stakeholders lainnya).
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa human capital merupakan kegiatan penciptaan,
pengembangan, dan pengukuran serta pengungkitan sebuah nilai (value) human
resources yang ada dalam suatu organisasi. Aktivitas dimaksud bertujuan
untuk mewujudkan keunggulan daya saing yang tinggi bagi organisasi yang dilakukan
melalui berbagai strategis serta manfaatnya. Merupakan konsep dan cara baru
dalam pengelolaan organisasi mengenai tenaga kerjanya.
Creating value, sebagaimana disebut di atas merupakan upaya yang
dilakukan dalam tahapan human capital management. Hal ini menunjukan bagaimana
nilai dibangun dikembangkan kemudian ditingkatkan. Ingham
(2007) menggambarkan posisi penting human capital dalam tataran organisasi,
melalui peningkatan nilai (value) human resources.
Human capital manajemen
berada pada puncak dari satu tahapan yang membentuk piramida yang menggambarkan
posisi creating value, adding value, dan value for money pada tahapan human
capital management dengan penjelasan sebagai berikut :
Value for Money (Nilai
untuk uang)
Nilai ini adalah mengacu
pada nilai uang, dasar dan sebagian besar berwujud nilai yang bisa mewakili
peningkatan efisiensi; perbaikan incremental efektifitas, memenuhi persyaratan
kepatuhan atau standar dasar. Nilai ini berguna, tetapi tidak selalu mewujudkan
tujuan bisnis atau memberikan kepuasan pelanggan. Memiliki dampak langsung pada
keuangan tetapi cukup substansial dan terbatas jika biaya dikurangi.
Adding Value (Nilai
tambah)
Nilai tambah merupakan
kemampuan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Kemampuan ini
berhubungan dengan perbaikan efisiensi tetapi cenderung dalam peningkatan efektivitas
yang menyebabkan pertumbuhan, perubahan dan perkembangan. Nilai tambah biasanya
memiliki dampak langsung pada keuangan melalui tindakan perbaikan dalam proses
operasional, kepuasan pelanggan, dan sebagainya.
Creating Value
(Penciptaan nilai)
Nilai yang diciptakan
merupakan kemampuan yang menawarkan potensi untuk mempertahankan dan mengubah
cara kerja bisnis dengan menciptakan peluang baru untuk keunggulan kompetitif.
Prinsip nilai yang diciptakan adalah bahwa perbaikan harus terus menerus dilakukan
dan selalui tidaklah cukup. Kemampuan menciptakan nilai diperlukan untuk memenangkan
persaingan.
Creating value adalah bentuk
pengembangan dari maintain, serta salah satu perubahan dalam ekonomi secara
bersama-sama meningkatkan aktivitas kompetisi dengan maksud memelihara
resources dan kapabilitas tidak menurun pada tingkatan nilainya. Tren ini juga
dimaksudkan untuk menciptakan nilai pada kondisi saat ini untuk waktu yang akan
datang dan nilai ini dikaitkan dengan uang dalam lima tahun kedepan.
Setelah memahami apa yang diketahui tentang creating value,
tentu saja bagaimana value tersebut dapat dicapai, terkait masalah ini
Ingham mengklasifikasikan aktivitas dalam upaya creating value yaitu aktivitas
yang behubungan dengan:
-
Membangun Kapabilitas
untuk masa depan (build capability to the future)
-
Melakukan akselarasi
pada strategi bisnis (business strategy)
- Menentukan keunggulan
dari peluang utama yang dimiliki guna membangun keunggulan daya saing (build
competitive advantage)
Langkah selanjutnya dalam pengelolaan human
capital adalah mengembangkan nilai (improving value). Menurut Hall
(2008) setidaknya ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam upaya
membangun sistem (building the system) untuk mencapai keunggulan
kompetitif adalah tergantung pada empat fungsi kekuatan besar yaitu dalam
bidang: efektivitas tim eksekutif, kinerja pemimpin, mengalahkan pesaing,
dan kinerja karyawan. Lebih lanjut ia menggambarkan bahwa ada sistem yang
dapat dikembangkan untuk memastikan bahwa orang-orang yang mereka miliki saat
ini menjadi lebih berharga dibanding
tahun yang lalu.
Kekuatan efektivitas tim eksekutif yang dimaksud
Hall adalah tingginya kinerja Tim Eksekutif sebagai gambaran keberhasilan dalam
hal aspek struktural tim, yang memuat perubahan tentang, bagaimana cara kita
dalam mendefinisikan kinerja, bagaimana menentukan kinerja kunci, dan bagaimana
membangun sistem secara efektif untuk mengukur dan mengelola kinerja kunci
tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk mendefinisikan hasil kinerja
setiap tim eksekutif adalah penting, sebagai langkah pertama Tim dapat memilih
salah satu dari beberapa hasil menjadi rujukan tentang keuangan, operasional,
dan pelanggan, atau anggota dapat memilih untuk menggabungkan ketiganya.
Sedangkan tentang bagaimana kita menentukan
kinerja kunci dapat dilakukan melalui berbagai model, antara lain disebutkan ; Help a New Team Coalesce model, Manage for In-Year
Performance model, dan Manage for
Organizational Capability Growth model. Namun dijelaskan lebih lanjut bahwa
tidak ada satu model pun yang dianggap terbaik untuk tim eksekutif yang
menjamin bahwa cara itu akan mencapai hasil kunci. Akan tetapi paling tidak
gambaran untuk model terbaik adalah salah satu yang memungkinkan tim tertentu
untuk mencapai hasil yang dinyatakan kinerjanya.
Selanjutnya,
langkah penting lainya adalah bagaimana membangun sistem secara efektif untuk
mengukur dan mengelola kinerja setiap tim. Sebuah sistem untuk mengukur dan
mengelola hasil tim membutuhkan pemikiran ulang scorecard tim untuk memastikan bahwa
setiap hasil muncul ditampilkan. Membutuhkan pemikiran ulang berfungsi untuk
menentukan rencana sistem yang dibangun.
Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas human
capital, maka diperlukan suatu sistem pengukuran dan salah satu pendekatan
yang ditawarkan oleh Huselid et.all (1961) adalah The Workforce Scorecard,
yaitu suatu sistem pengukuran hasil kerja tenaga kerja dalam hal untuk
memaksimalkan kontribusi strategis tenaga kerja, organisasi harus : a. Melihat konstribusi
potensial tenaga kerja mereka dan bukan sebagai biaya yang harus diminimalkan
(tantangan perspektif); b. Metrik benchmarking
dengan langkah-langkah yang membedakan tingkat dampak strategis (tantangan
metrik); c. Manajer lini dan
profesional HR bersama-sama bertanggung jawab atas kualitas tenaga kerja dan
pelaksanaan strategi (tantangan eksekusi). d. Manajer dan pemimpin
akan membutuhkan strategi untuk bisnis, strategi untuk tenaga kerja, dan strategi
untuk fungsi SDM. Mereka juga membutuhkan serangkaian metrik dan
langkah-langkah untuk masing-masing tersebut, seperti sebuah balanced
scorecard, sebuah scorecard tenaga kerja, dan scorecard SDM
The Scorecard untuk tenaga Kerja
digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur hasil, perilaku, kompetensi, pola
pikir, dan budaya yang dibutuhkan untuk keberhasilan tenaga kerja dan
mengungkapkan bagaimana dampak dari masing-masing dimensi garis bawah. Dalam
perspektif ini organisasi juga perlu beroirentasi pada pelanggan/luar sehingga
SDM lebih ditekankan perannya dalam melihat dan menjalankan fungsinya.
Selain
manfaat dari pendekatan tersebut di atas, dalam buku ROI
of Human Capital Jac Fitz-enZ (2009)
mengungkapkan dorongan untuk mengukur human capital ini merefleksikan
perubahan peran manajemen sumber daya manusia dari peran administratif menjadi
partner bisnis yang strategis. Lebih lanjut dikatakan orang semakin menyadari
bahwa sumber keunggulan bersaing bukan berasal dari desain produk atau layanan
yang canggih, strategi pemasaran yang terbaik, desain teknologi, atau manajemen
keuangan yang paling cerdas, tetapi berasal dari adanya sistem yang tepat, aktivitas
memotivasi, mengelola organisasi sumber daya manusia.
Pada saat mengoptimalkan dan mengukur Return On Investment (ROI) pada human capital, perlu
memahami bagaimana ketiga hal tersebut berinteraksi dengan bentuk capital
lainnya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. HC ROI merupakan
sejumlah benefit yang diperoleh organisasi atau tingkat pengembalian/profitabilitas
dari sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja.
Jika diamati lebih dalam, Workforces Scorecard dan HC ROI
keduanya sangat berkaitan erat sama lain, dimana Scorecard sebagai sebuah
pendekatan pengukuran efektivitas sedangkan HC ROI merupakan standar pengukuran
terhadap tingkat benefit yang diperoleh organisasi melalui pengembalian
atas biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tentang seberapa besar
manfaatnya sehubungan dengan sejumlah biaya yang sudah dikorbankan. Artinya
kedua pendekatan tersebut akan memperlihatkan capaian kualitas dan manfaat
dengan jelas dari tenaga kerja, hal ini ditujukan semata-mata untuk mengetahui
dan membuat decision/policy organisasi yang lebih dapat dipertanggung
jawabkan.
Sampai disini dapat dipahami bahwa betapa
pentingnya sebuah nilai dalam human capital. Nilai tersebut menjadi
focus aktivitas professional SDM dalam mewujudkannya, sangat sulit memang
lantaran nilai human capital seringkali tidak terlihat dan tidak berwujud
(ingtangible value) akan tetapi merupakan sebuah asset yang harus
dikelola dengan baik dan dipelihara seperti halnya asset organisasi yang
berwujud (tangible asset) lainnya. Dalam beberapa konsep human
capital, walaupun nilai tidak memiliki wujud tetapi pada dasarnya nilai
tersebut dapat diukur (measurement) keberadaannya, diketahui dan
ditingkatkan (leveraging value).
Terkait dengan ungkapan
di atas, nilai yang sudah diciptakan diharapkan bermanfaat bagi keuntungan
strategis, maka untuk lebih optimal hasilnya, langkah selanjutnya dilakukan
pengungkitan atau peningkatan atas nilai (leveranging value).
Dengan penyesuaian-penyesuaian melalui setidaknya ada lima strategis adaptif
menurut Burud dan
Tumolo (2004) yang harus dilakukan yaitu 1). Strategi berinvestasi melalui
orang, 2). Strategi mengadopsi keyakinan baru, 3). Strategi memahami budaya
oraganisasi, 4). Strategi metransformasi praktik manajemen dan 5). Strategi
memastikan kesesuain antara keyakinan, budaya dan praktik. Teori modern untuk
melakukan pengelolaan realitas baru dalam human capital, cara berfikir dan
berperilaku baru yang radikal sangat dibutuhkan pada kondisi perubahan
lingkungan bisnis, masyarakat, dan individu.
Setelah nilai diciptakan
melalui creating value, dikembangkan melalui improving value,
kemudian efektivitasnya diukur (measurement value) melalui the
workforces scorecard ataupun human capital return on investment (HC ROI),
maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan/mengungkit nilai tersebut (leverging
value) agar lebih bermanfaat untuk keunggulan daya saing suatu organisasi. Terkait
masalah ini, maka kita akan dihadapkan pada strategi peningkatan nilai human
capital, dimana pada aktivitas ini menurut Hall (2008) bahwa manusia adalah
satu-satunya sumber (resource) yang memiliki keunggulan kompetitif (competitive
advantage). Namun bagaimana cara kita mengenalinya dan bagaimana kita
mengukur dan mengelolanya, apa strategi kita, dan seberapa banyak human
capital yang dimiliki, mampukah human capital tersebut ditingkatkan
dari tahun ke tahun. Meningkatkan human capital disini dimaksudkan dalam
hal meningkatkan nilai sebagai sesuatu yang dianggap penting secara
berkelanjutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat keunggulan daya saing
suatu organisasi.
Burud dan Tumolo (2004) dalam bukunya yang
berjudul Leveraging The New Human Capital : adaptive Strategis, Result
Achieved and stories of transformation mengemukakan bahwa Leveraging
the New Human Capital, bukan sekedar mengingatkan perusahaan mencapai hasil
lebih baik melalui orang seperti pada umumnya, melainkan cara ini dinilai
sebagai sebuah strategi dalam mengelola SDM. Dalam menerapkan strategis yang
bermanfaat bagi hasil dan proses transformasi setidaknya memuat hal-hal
berikut :1). Kekuatan kerja sebagai
realitas baru, diyakini bahwa tujuan perusahaan bukan semata-mata mencari
keuntungan, melainkan komitmen saling terbuka dalam suatu lingkungan kerja,
sehingga mendorong adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. Akibatnya,
mereka saling membantu untuk memecahkan teknik dan keseimbangan kerja termasuk
masalah kehidupan. 2). Faktor manusia
menentukan keberhasilan tujuan organisasi, melalui penerapan intellectual
capital (talent, knowledge, dan skill) dan relationship capital
(hubungan dengan pelanggan, rekan, vendors dan stakeholders
lainnya). 3). Manusia adalah unsur
yang terpentimg untuk mencari keunggulan kompetitif melalui kreativitas dan
pengetahuan yang mereka miliki, hubungan mereka dengan customer, rekan kerja
dan professional network. 4). Kekuatan strategi
adaptif dalam mengungkit human capital, terletak pada metode praktis
beradaptasi yang mencakup; 1). Strategi berinvestasi melalui orang, 2).
Strategi mengadopsi keyakinan baru, 3). Strategi memahami budaya oraganisasi,
4). Strategi metransformasi praktik manajemen dan 5). Strategi memastikan
kesesuain antara keyakinan, budaya dan praktik. Teori modern untuk melakukan
pengelolaan realitas baru dalam human capital, cara berfikir dan berperilaku
baru yang radikal sangat dibutuhkan pada kondisi perubahan lingkungan bisnis,
masyarakat, dan individu.
Dari aktivitas leveranging value di atas, selain
dari upaya fundamental dalam aktivitas strategi adaptifnya, ada persoalan
menarik bagi Human Capital Management dan sekaligus menuntut kondisi ini
memeroleh sejenis jaminan keberlanjutan. Persoalan tersebut jika diamati yaitu
masalah Social Capital. Kita tidak lupa bahwa human capital adalah
bagian dari sumber daya manusia pada tingkatan adding value (nilai
tambah) dimana mereka tidak terlepas dari asalnya sebagai Human Resources yang
sudah dibekali dengan nilai tambah tersebut.
Sebagai manusia yang sudah membawa nilai-nilai akan semakin
membutuhkan yang namanya hubungan dengan manusia lain. Dari berbagai literature
yang telah diuraikan di atas, maka pada tahapan leveraging value, focus
peningkatan yang dilakukan (setelah diamati) adalah lebih kaya pada persoalan human
relation. Dalam kerangka ini manusia adalah unsure yang terpenting untuk
mencari keunggulan kompetitif melalui segala potensi yang melekat pada dirinya
baik dari segi fisik maupun intelektualitasnya. Sehingga memungkinkan untuk mekspolarasi
semua khasanah kreativitas, pengetahuan dan kapabilitas yang mereka miliki,
Saya memandang adalah sah-sah saja apabila dimanfaatkan sepenuhnya oleh
oragnisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Akan tetapi, kita harus ingat bahwa manusia tetaplah manusia
yang memiliki naluri berhubungan dengan manusia lain. Hal ini disebabkan oleh
manusia sebagai makhluk social (society). Dalam melakukan interaksi
antara rekan kerja, komunitas, pelanggan, jaringan serikat pekerja, dan bahkan universal
network. Menyikapi permasalahan ini, salah satu konsep yang dikembangkan oleh
Baker (2000) dalam bukunya Achieving Success Trough Sosial Capital bahwa
melalui Social Capital kita lebih beruntung, dengan jaringan yang baik
penting bagi kesehatan dan kesejahteraan emosional kita, dan untuk kehidupan
yang bermakna bahkan hidup lebih lama.
Lebih lanjut Baker mengemukakan bahwa social capital merupakan
jenis program pemberdayaan praktis untuk bergerak melampui mitos individulisme
dengan pengakuan bahwa kita semua selalu terhubung dan terkoneksi dalam sebuah
jaringan dan hal ini dapat juga sebagai kunci sukses dan keberhasilan. Jaringan
tersebut akan memberikan manfaat dan merupakan kebutuhan dalam mendukung dan
mewujudkan misi serta mencapai tujuan. Oleh karena Social Capital dapat
meningkatkan kekayaan, kesehatan, dan kebahagiaan dengan langkah menekan sumber
daya yang tersebunyi dari kegiatan bisnis secara professional yang diawali atau
dimulai dengan jaringan pribadi. Dijelaskan pula bahwa jaringan dapat
dievaluasi, dengan tujuan untuk memerbaiki praktik serta penerapannya dengan
harapan agar konstribusi human capital lebih besar bagi kepentingan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Brandlet
W.Hall, Ph.D. 2008. The New HUMAN CAPITAL STRATEGY Improving the Value of
Your Most Importan Investment-Year After Year.
Brian S. Klaas.
2009. The Adoption of Human Capital Services by Small and Medium Enterprise:
A Diffusion of Innovation Perspective.
Department of
Information Systems and Operations Management. 2007. No Man is an Island:
Social and Human Capital in IT Capacity building in the Maldives, University of
AucklandBusiness School, Private Bag 92019, Auckland, New Zealand.
Jac
Fitz-enZ. 2009. HUMAN CAPITAL Measuring the Economic Value of Employee
Performance
Jon
Ingham. 2002. STRATEGIC HUMAN CAPITAL MANAGEMENT Creating Value Through
People.
Mark
A. Huselid, Brian E. Becker, et.all. (1961). THE WORKFORCE SCORECARD
Sandra
Burud and Marie Tumolo. 2004. LEVERANGING THE NEW HUMAN CAPITAL Adaptive
Strategies, Result Achieved, and Stories of Transformation.
Wayne
Baker. 2000. ACHIEVING SUCCESS THROUGH SOCIAL CAPITAL.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar